Laman

Jumat, 02 November 2012

Makalah Bullying






Pengertian Bullying

Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah. Perilaku bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain.

Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung, misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan. 
Macam – macam Bullying
bullying ada 3 macam :
* Fisik (memukul, menampar, memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya, pengeroyokan menjadi eksekutor perintah senior).

* Verbal (memaki, mengejek, menggosip, membodohkan dan mengkerdilkan).






* Psikologis (mengintimdasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasikan).


 
Faktot – faktor Bullying
Bully atau pelaku bullying adalah seseorang yang secara langsung melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan pada orang lain.  Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:          

Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang.Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam. 
 
Faktor Sekolah : Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.
Faktor kelompok sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullyingpada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. 

 Contoh Bullying

contoh tindakan yang termasuk kategori bullying

- menyisihkan seseorang dari pergaulan,
- menyebarkan gosip, mebuat julukan yang bersifat ejekan,
- mengerjai seseorang untuk mempermalukannya,
- mengintimidasi atau mengancam korban,
- melukai secara fisik,
- melakukan pemalakan/ pengompasan.
Bullying tidaklah sama dengan occasional conflict atau pertengkaran biasa yang umum terjadi pada anak. Konflik pada anak adalah normal dan membuat anak belajar cara bernegosiasi dan bersepakat satu sama lain. Bullying merujuk pada tindakan yang bertujuan menyakiti dan dilakukan secara berulang. Sang korban biasanya anak yang lebih lemah dibandingkan sang pelaku.
Menurut Dan Olweus, Author of Bullying at School Bullying Bisa dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
1. Direct bullying : intimidasi secara fisik, verbal.
2. Indirect Bullying: isolasi secara sosial.
Bullying itu sangat menyakitkan bagi si korban. Tidak seorangpun pantas menjadi korban bullying. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan dan dihargai secara pantas dan wajar. Bullying memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan karakter anak, baik bagi si korban maupun pelaku.
Korban Bullying
Korban bullying atau victim adalah seseorang yang berulangkali mendapatkan perlakuan agresi dari kelompok sebaya baik dalam bentuk serangan fisik, atau serangan verbal, atau bahkan kekerasan psikologis. Biasanya mereka yang menjadi korban bullying pada kelompok laki-laki adalah mereka yang lemah secara fisik dibandingkan dengan kelompok sebayanya. 
Upaya Pencegahan Bullying
Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita abaikan lagi. Banyak hal yang harus bisa kita lakukan untuk meyelamatkan perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah. 

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
Orang tua membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak sehingga mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka mendapatkan model interaksi yang tepat bukan seperti perilakubullying dan agresi. Kemudian, menggunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. Selain itu, orang tua mau menjalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya baik sebagai pelaku bullying ataupun korban
Pihak sekolah menciptakan lingkungan yang positif misalnya dengan adanya praktik pendisiplinan yang tidak menggunakan kekerasan. Selain itu juga, meningkatkan kesadaran pihak sekolah untuk tidak mengabaikan keberadaan bullyingBullying harus dihentikan! 
Dampak Bullying

Berikut ini contoh dampak bullying bagi sang korban :

- Depresi
- Rendahnya kepercayaan diri / minder
- Pemalu dan penyendiri
- Merosotnya prestasi akademik
- Merasa terisolasi dalam pergaulan
- Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri

Di sisi lain, apabila dibiarkan, pelaku bullying akan belajar bahwa tidak ada risiko apapun bagi mereka bila mereka melakukan kekerasan, agresi maupun mengancam anak lain. Ketika dewasa pelaku tersebut memiliki potensi lebih besar untuk menjadi preman ataupun pelaku kriminal dan akan membawa masalah dalam pergaulan sosial.
Tentu kaitan masih ingat kasus yang terjadi pada STPDN /IPDN yang sampai menelan korban jiwa. Dan entah sudah berapa ratus dan mungkin bahkan ribuan dan jutaan orang yang pernah mengecap pendidikan di STPDN/IPDN yang rusak mental dan jiwanya karena telah di Bullying Oleh Seniornya dan pada akhirnya sebagai pembalasan mereka kembali melakukan hal yang sama seperti kakak seniornya, melakukan Bullying. Dan itu akan terus terjadi secara turun temurun dan lembaga pendidikan yang Notabene nya adalah pencetak Pejabat.
Bullying tidak terjadi juga antar pelajar dan senior tapi juga kerap terjadi oleh guru dan Mungkin saja tidak terjadi bunuh diri apabila siswa yg menunggak SPP tidak merasa dipermalukan dan disisihkan di hadapan teman sekolahnya. Baik itu karena berulangkali harus menghadapi pemanggilan kepala sekolah maupun perlakuan yang berbeda dari pihak sekolah terhadapnya. Bisa jadi tidak akan terjadi lagi “mati konyol” akibat proses penerimaan siswa baru, apabila kita tidak menganggap praktek perploncoan sebagai hal yang biasa.
Bentuk Bully terbagi dua, tindakan langsung seperti menyakiti, mengancam, atau menjelekkan anak lain. Sementara bentuk tidak langsung adalah menghasut, mendiamkan, atau mengucilkan anak lain. Apapun bentuk Bully yang dilakukan seorang anak pada anak lain, tujuannya adalah sama, yaitu untuk “menekan” korbannya, dan mendapat kepuasan dari perlakuan tersebut. Pelaku puas melihat ketakutan, kegelisahan, dan bahkan sorot mata permusuhan dari korbannya.
Karakteristik korban Bully adalah mereka yang tidak mampu melawan atau mempertahankan dirinya dari tindakan Bully. Bully biasanya muncul di usia sekolah. Pelaku Bully memiliki karakteristik tertentu. Umumnya mereka adalah anak-anak yang berani, tidak mudah takut, dan memiliki motif dasar tertentu. Motif utama yang biasanya ditenggarai terdapat pada pelaku Bully adalah adanya agresifitas. Padahal, ada motif lain yang juga bisa dimiliki pelaku Bully, yaitu rasa rendah diri dan kecemasan. Bully menjadi bentuk pertahanan diri (defence mechanism) yang digunakan pelaku untuk menutupi perasaan rendah diri dan kecemasannya tersebut. “Keberhasilan” pelaku melakukan tindakan bully bukan tak mungkin berlanjut ke bentuk kekerasan lainnya, bahkan yang lebih dramatis.
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bully. Korban Bully mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing-masing atau sekaligus) membuat si anak menjadi korban Bully. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami.
Selanjutnya, bukan tak mungkin, korban Bully, menjadi pelaku Bully pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendapat kepuasan dan membalaskan dendam. Ada proses belajar yang sudah ia jalani dan ada dendam yang tak terselesaikan. Kasus di sekolah-sekolah, dimana kakak kelas melakukan Bully pada adik kelas, dan kemudian Bully berlanjut ketika si adik kelas sudah menjadi kakak kelas dan ia kemudian melakukan Bully pada adik kelasnya yang baru, adalah contoh dari pola Bully yang dijelaskan di atas.
Tindakan Bullying bisa terjadi dimana saja, terutama tempat-tempat yang tidak diawasi oleh guru atau orang dewasa lainnya. Pelaku akan memanfaatkan tempat yang sepi untuk menunjukkan “kekuasaannya” atas anak lain, agar tujuannya tercapai. Sekitar toilet sekolah, pekarangan sekolah, tempat menunggu kendaraan umum, lapangan parkir, bahkan mobil jemputan dapat menjadi tempat terjadinya Bullying.
Sebagai orang tua, kita wajib waspada akan adanya perilaku bullying pada anak, baik anak sebagai korban atau sebagai pelaku. Beberapa hal yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya? Sejumlah tips yang dirangkum Kompas.com dari berbagai sumber ini mungkin bisa membantu Anda. 

Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:

1.        Enggan untuk pergi sekolah
2.         Sering sakit secara tiba-tiba
3.         Mengalami penurunan nilai
4.         Barang yang dimiliki hilang atau rusak
5.        Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
6.        Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat
7.        Sulit untuk berteman dengan teman baru
8.        Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka
Pemulihan Korban Bullying
Langkah pemulihan yang sebaiknya dipilih adalah
1.       Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully terhadap anak Anda
2.       Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini
3.       Datangi konseling profesional untuk ikut membantu mengatasi masalah ini

Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, jika memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling penting adalah mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka 
Bullying tidak boleh diabaikan mengingat dampak psikis dan mental terhadap anak sangat besar. Berikut ini beberapa saran untuk mengetahui anak kita menjadi korban bullying atau tidak :
·  Ketahuilah bahwa seorang anak yang sedang diintimidasi kemungkinan besar akan memberitahu rekan pertama, lalu orang tua, dan kemudian guru. "Selalu tahu siapa teman-teman anak Anda," kata Robin D'Antona, pendiri Asosiasi Internasional Pencegahan Bullying. Dengan menjalin persahabatan dengan teman anak kita, maka banyak "bocoran" yang akan disampaikannya tentang dia.
·  Tanyakan kepada anak kita secara rutin apakah dia suka sekolah. Jika seorang anak menjawab bahwa ia "membenci" sekolah, tanyakan lebih dalam untuk mengetahui rincian apa yang membuatnya benci sekolah. Apakah ia membenci akademisi? Bisakah dia tidak melihat papan tulis? Gambar dari sumber sikap anak Anda ke sekolah.
·  Privasi berakhir saat keselamatan anak kita terancam di sekolah. Perhatikan apa yang mereka lakukan di web, dan memeriksa ponselnya. Jika anak menginginkan buku harian, membeli buku dan sarankan menyimpan di tempat yang sekiranya perlu, kita bisa juga mengaksesnya tanpa dia tahu. "Misalnya di bawah kasur," kata D'Antona.
·  Ciptakan komunikasi yang harmonis dalam keluarga kita. Buatlah anak-anak bebas mengungkapkan kata hatinya dan bisa terbuka untuk berbicara setiap saat. Ada kalanya kita harus kontak mata dengannya saat berbiicara, ada kalanya anak juga lebih nyaman bercerita pada kita tanpa kontak mata. "Perjalanan sambil mengobrol selama kita tengah menyetir, misalnya, membuat anak bebas mengungkapkan apa saja," tambah D'Antona.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar